Hutang dalam Islam bukan sesuatu yang dilarang, namun dianjurkan untuk dihindari apabila tidak dalam keadaan mendesak. Hutang yang digunakan untuk kebutuhan konsumtif—seperti gaya hidup, keinginan sesaat, atau hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat jangka panjang—dapat membawa dampak buruk, baik secara finansial maupun spiritual. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana, bersyukur, dan cerdas dalam mengelola rezeki agar terhindar dari jeratan hutang.

Hutang konsumtif seringkali berawal dari gaya hidup, bukan kebutuhan. Jika tidak dikendalikan, ia dapat membuat seseorang kehilangan keberkahan harta, tertekan secara batin, bahkan kesulitan membayar kembali. Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk memiliki prinsip kuat dalam mengatur keuangan sesuai tuntunan Islam.

1. Bedakan antara Kebutuhan dan Keinginan

Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ini benar-benar saya butuhkan, atau hanya saya inginkan?”

  • Kebutuhan (hajat): makanan, pakaian layak, tempat tinggal, alat kerja, pendidikan

  • Keinginan (raghbah): barang branded, gonta-ganti gadget, gaya hidup mengikuti tren

Islam mengajarkan prinsip qana’ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Dengan membiasakan diri untuk menahan keinginan, seseorang akan lebih mudah mengelola keuangan dan terhindar dari hutang yang tidak diperlukan.

2. Hindari Berutang untuk Gaya Hidup

Berutang untuk memenuhi gengsi atau tampil berlebihan bertentangan dengan ajaran Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang berhutang lalu berniat tidak melunasinya, maka ia akan bertemu Allah sebagai pencuri.”
(HR. Ibnu Majah)

Belanja dengan kartu kredit untuk barang-barang yang tidak mendesak atau mengikuti gaya hidup teman hanya akan menciptakan jebakan finansial. Islam mengingatkan bahwa harta harus dibelanjakan dengan bijak dan penuh tanggung jawab.

3. Hidup Sederhana dan Prioritaskan Keberkahan

Kesederhanaan bukan tanda kelemahan, tetapi cermin dari hati yang bersyukur. Allah mencintai hamba yang tidak berlebihan, sebagaimana firman-Nya:

“…dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
(QS. Al-A’raf: 31)

Dengan hidup sederhana, seseorang dapat mengelola harta sesuai kemampuan dan menjauhkan diri dari hutang konsumtif.

4. Biasakan Menabung dan Membuat Catatan Keuangan

Menabung adalah salah satu cara efektif untuk mencegah kebiasaan berutang. Buat perencanaan keuangan bulanan dengan membagi pengeluaran menjadi:

  • Kebutuhan pokok

  • Tabungan

  • Dana darurat

  • Sedekah

Jika memiliki dana darurat, seseorang tidak perlu berutang saat membutuhkan biaya mendesak. Islam juga mengajarkan perencanaan dan kehati-hatian dalam menggunakan rezeki.

5. Perbanyak Sedekah dan Syukuri Apa yang Dimiliki

Sedekah tidak akan mengurangi harta, justru melipatgandakannya dengan keberkahan. Ketika hati mudah tergoda membeli hal konsumtif, perbanyaklah sedekah agar hati lebih tenang dan tidak terpaut pada dunia.

Syukur membuat hati lapang menerima apa adanya dan tidak mudah tergoda untuk berutang demi kesenangan sesaat. Semakin banyak bersyukur, semakin sedikit keinginan yang tidak perlu muncul.

6. Jika Terpaksa Berutang, Luruskan Niat dan Catat dengan Jelas

Islam membolehkan hutang ketika benar-benar dalam keadaan penting, seperti kebutuhan mendesak atau modal usaha yang bermanfaat. Namun, niat harus benar: untuk melunasi, bukan menghindar.

Pastikan:

  • Ada kesepakatan jelas mengenai jumlah dan waktu pembayaran

  • Catat hutang agar tidak lupa atau menunda

Hal ini sesuai dengan perintah dalam Al-Qur’an untuk mencatat transaksi hutang (QS. Al-Baqarah: 282).

Keberkahan Lebih Utama daripada Kemewahan

Hutang konsumtif tidak hanya membebani finansial, tetapi juga jiwa. Islam mengajarkan agar kita merasa cukup, bersyukur, dan mengelola harta dengan bijak. Lebih baik hidup sederhana namun tenang daripada terlihat mewah namun penuh beban hutang.

Jika kita menjaga amanah harta dengan baik, Allah akan menambahkan keberkahan dan ketenangan dalam hidup.

 

Ingatlah, rezeki yang sedikit namun cukup dan berkah jauh lebih berharga daripada kelimpahan harta yang diperoleh dengan hutang dan penuh tekanan.