Mencintai dan melestarikan produk buatan Indonesia, sudah menjadi keharusan kita sebagai warga Indonesia. Apalagi kain atau wastra Nusantara pasti memberikan keindahan yang merupakan hasil proses dari para perajin. Sehingga menghargai perajin dan penenun lewat proses akan memberikan nilai tambah pada wastra nusantara itu sendiri.

Apalagi adanya brand-brand lokal Indonesia yang telah mendunia, membuktikan bahwa produk lokal memang tak kalah dengan produk luar. Maka masyarakat diminta untuk memilih kain dari hasil proses produksi Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) bukan cetakan atau printing yang asal jadi langsung instan.

“Kain Indonesia menjadi kebanggaan rakyat Indonesia, karena terkenal dengan kualitas, motif, dan tradisi pelestarian budayanya,” kata Direktur Utama Behaestex Najib Abdurrauf Bahasuan kepada wartawan baru-baru ini.

Salah satunya sarung tenun dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Itu pun terus berinovasi mengambil langkah strategis untuk meningkatkan kualitas produknya dengan mempertahankan nilai budaya Indonesia.

“Bagaimana produk sarung bisa menjadi barang yang prestige untuk dimiliki dengan mengajak masyarakat secara tidak langsung ikut serta melestarikan budaya Indonesia,” kata Najib yang menyebut label Atlas dan BHS Cosmo.

“Kami yakin sarung Indonesia memenuhi segmen entry level mengingat masih tingginya kebutuhan pasar dosmetik maupun ekspor,” jelasnya.

Terpisah, sebelumnya desainer pelopor teknik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Wignyo Rahadi juga fokus mengembangkan kain nusantara. Awalnya, Wignyo mulai tertarik dengan kerajinan tenun pada tahun 1995 saat bekerja di industri benang sutera sebagai Manajer Pemasaran karena sering berhubungan dengan pengrajin tenun dan batik untuk mensosialisasikan penggunaan benang sutera.

Setelah memperdalam pengetahuan dan teknik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), pada tahun 2000, Wignyo mendirikan usaha tenun di Sukabumi, Jawa Barat dengan nama Tenun Gaya. Selama 20 tahun ini Wignyo konsisten mengembangkan desain dan teknik kerajinan tenun ATBM yang menghasilkan ragam kreasi baru seperti anyaman bintik, salur bintik, dan benang putus.

“Kecintaan terhadap wastra nusantara ini dilakukan oleh para perajin, desainer, dan industri fashion secara konsisten mengangkat inspirasi dari motif kain tradisional,” kata Wignyo.

Artikel ini dimuat di https://www.jawapos.com/lifestyle/28/12/2020/cintai-kain-dan-sarung-nusantara-dari-proses-alat-tenun-bukan-mesin/